Memahami Tajalliat Jalal-Jamal Yang Maha Mulia

Ilustrasi: Mik
Dalam hidup kita banyak hal-hal berat yang harus kita jalani, ada kejadian-kejadian dahsyat yang mungkin mengguncang kehidupan kita, baik psikis maupun fisik. Tentu problema kehidupan ini datangnya tanpa kita undang karena yang namanya kehidupan adalah bagian
dari problema. Artinya kalau kita
tidak mau punya problema dalam hidup ini, kita tidak harus hidup. Gak mungkin kan, kita sudah terlanjur  hidup.
    Agama bukan hanya memperkenalkan rutinitas ritual yang harus ditaati, seperti mengerjakan ibadah Shalat 5 waktu. Tapi agama juga berperan penting dalam menjaga kesegaran psikis kita. Agama menjadi benteng pertahanan terakhir saat kita terguncang. Ketika segala sesuatu memburam, segala langkah terhenti, segala usaha tak mengubah apa-apa, kita masih punya benteng terakhir yang memulihkan keadaan, menormalkan keguncangan dan menetralkan hati. Itulah saat kita mengembalikan segala-galanya kepada sang Pencipta. Ketidakberdayaan kita memunculkan keagungan Sang Pemilik Alam. Kekalahan kita akan terisi dengan kemenangan yang sebelumnya kurang kita sadari. Di saat itulah kita merasakan kehinaan diri, kekerdilan yang luar biasa, keperkasaan kita hanya setitik noktah yang mana kita sangat membutuhkan belas kasih-Nya agar dapat tegak. Keakuan kita luntur dan menyisakan kekokohan Sang Maha Zahir. Di kala jiwa kita semakin bersentuhan dengan-Nya kita pun merasakan ketentraman batin, kepuasan psikis yang tidak akan kita dapatkan seandainya keguncangan tidak pernah terjadi. Dengan mendekatnya hati kita dengan Pemilik Alam, Sang Maha Tinggi pun mendekati kita dengan cara-Nya sendiri. Jarak kita dengan-Nya yang seharusnya tidak terpaut, akan berpenyekat dengan sesuatu yang tipis sampai jarak itu hilang sama sekali. Kemudian kita pun akan mengenal siapa diri kita sebenarnya dan siapa Pemilik kita.
    Itulah mengapa Dia memberikan sederet aktifitas dalam hidup kita, meminjami kita dengan nafas yang lama, mengguncangi kita dengan bermacam hal, mengupdate seribu satu kemungkinan (sesuai dengan kodrat alam yang baharu/berubah-ubah/tidak abadi), semuanya karena satu alasan. Tuhan ingin memperkenalkan diri-Nya pada kita. Tuhan ingin menghilangkan penyekat yang seharusnya tidak pernah ada antara-Nya dengan kita. Kedekatan kita dengan cara ini karena Allah memiliki asmanya (nama) yang bernama Jalal/keperkasaan.  
    Sementara ada sebagian kita yang mendekati-Nya dengan jalan baik-baik; memberikan prioritas utama pada-Nya, menyayanginya dengan setulus hati, membaiat dirinya hanya untuk-Nya, memalingkan diri dari segala sesuatu selain-Nya, Sang Maha Zahir pun tidak memberikan teguran keras padanya. Dia tidak memerlukan sebuah proses pensteril untuk membina keakraban dengan-Nya. Toh, walaupun segunung problema dituangkan atas pundaknya, dia hanya tersenyum manis, bahkan menikmatinya. Baginya tidak ada yang menakutkan selain keterpautan dia dengan Tuhannya. Tidak ada yang bisa memisahkannya selama-lamanya. Kedekatan kita dengan cara ini karena Allah memiliki asmanya yang bernama Jamal/kelembutan.  (Tulisan ini adalah bagian dari intisari Kitab Hikam karangan Syaikh Ibnu Ataillah Assakandari)  


Baca Juga:

0 Comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan Anda, tetaplah membaca artikel selanjutnya.